Rabu, 07 Oktober 2015


Tentang Bahasa Indonesia


Bahasa indonesia merupakan sebagai lambang atau identitas nasional, sebagai bahasa persatuan kita dan memiliki nilai-nilai sosial budaya luhur yang harus dipertahankan dan direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari tanpa ada rasa rendah diri,malu dan acuh tak acuh. Indonesia memiliki banyak budaya dan bahasa yang berbeda-beda hampir di setiap daerah. Pastinya, tidak akan mungkin kita bisa saling memahami ketika berkomunikasi antar sesama. Oleh karena itulah betapa pentingnya kedudukan bahasa indonesia sebagai bahasa pemersatu bangsa dan sebagai alat penghubungan antarbudaya dan daerah. Secara umum juga fungsi bahasa sebagai alat kumunikasi lisa maupun tulisan.
Berikut merupakan pendapat-pendapat bahasa sebagai alat komunikasi :
·         Santoso, dkk. (2004) berpendapat bahwa bahasa sebagai alat komunikasi memiliki fungsi sebagai berikut:

a) Fungsi informasi
b) Fungsi ekspresi diri
c) Fungsi adaptasi dan integrasi
d) Fungsi kontrol sosial
·          Menurut Hallyday (1992) Fungsi bahasa sebagai alat komunikasi untuk keperluan:

a) Fungsi instrumental, bahasa digunakan untuk memperoleh sesuatu.
b) Fungsi regulatoris, bahasa digunakann untuk mengendalikan prilaku orang lain.
c) Fungsi intraksional, bahasa digunakan untuk berinteraksi dengan orang lain.
d) Fungsi personal, bahasa dapat digunakan untuk berinteraksi dengan orang lain.
e) Fungsi heuristik, bahasa dapat digunakan untuk belajar dan menemukan sesuatu.
f) Fungsi imajinatif, bahasa dapat difungsikan untuk menciptakan dunia imajinasi.
g) Fungsi representasional, bahasa difungsikan untuk menyampaikan informasi.



Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional mempunyai fungsi khusus, yaitu:

a) Bahasa resmi kenegaraan
b) Bahasa pengantar dalam dunia pendidikan
c) Bahasa resmi untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional serta kepentingan pemerintah
d) Alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi

• Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara mempunyai fungsi:

a) Bahasa resmi kenegaraan
b) Bahasa pengantar dalam dunia pendidikan
c) Bahasa resmi untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional serta kepentingan pemerintah
d) Alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi

• Bahasa Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat, sehingga perlu dibakukan atau distandarkan.

a) Ejaan Van Ophuijen (1901)
b) Ejaan Soewandi (1947)
c) Ejaan yang Disempurnakan (EYD, tahun 1972)
d) Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan dan Pedoman Istilah (1975)
e) Kamus besar Bahasa Indonesia, dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (1988)

• Bahasa Indonesia memiliki fungsi-fungsi yang dimiliki oleh bahasa baku, yaitu:

a) Fungsi pemersatu, bahasa Indonesia memersatukan suku bangsa yang berlatar budaya dan bahasa yang berbeda-beda
b) Fungsi pemberi kekhasan, bahasa baku memperbedakan bahasa itu dengan bahasa yang lain
c) Fungsi penambah kewibawaan, bagi orang yang mahir berbahasa indonesia dengan baik dan benar
d) Fungsi sebagai kerangka acuan, bahasa baku merupakan norma dan kaidah yang menjadi tolok ukur yang disepakati bersama untuk menilai ketepatan penggunaan bahasa atau ragam bahasa


Peranan dan fungsi bahasa indonesia Dalam kehidupan sehari-hari

    “kami poetera dan poeteri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, Bahasa Indonesia”. itulah penggalan dari isi Sumpah Pemuda yang dicetuskan pada 28 Oktober 1928. Lahirnya Sumpah pemuda merupakan sebuah awal menjadikannya bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara.

     Dalam era globalisasi, kita sebagai warga negara indonesia sudah sepantasnya bangga dan menjunjung tinggi bahasa persatuan kita, yaitu bahasa indonesia. jati diri bahasa Indonesia perlu dibina dan dimasyarakatkan. Hal ini diperlukan, agar bangsa indonesia tidak terbawa arus oleh pengaruh budaya asing yang masuk ke indonesia.
bahasa indonesia memiliki fungsi sbb :


  1. Sebagai Bahasa Nasional
Sebagai lambang kebanggaan dan identitas nasional, Bahasa persatuan kita, memiliki nilai-nilai sosial budaya luhur bangsa yang harus dipertahankan dan direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari tanpa ada rasa renda diri, malu, dan acuh tak acuh. Indonesia memiliki banyak budaya dan bahasa yang berbeda-beda hampir di setiap daerah. Pastinya, tidak akan mungkin kita bisa saling memahami ketika berkomunikasi antar sesama. Oleh karena itulah betapa pentingnya kedudukan bahasa indonesia sebagai bahasa pemersatu bangsa dan sebagai alat penghubungan antarbudaya dan daerah.

  1. Bahasa Negara                                                                                              
Dalam “Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional” yang diselenggarakandi Jakarta pada tanggal 25 s.d. 28 Februari 1975 dikemukakan bahwa di dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia memiliki fungsi sebagai : bahasa dalam perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentinganperencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta menjadi bahasa resmi kenegaraan, pengantar di lembaga-lembaga pendidikan/ pemanfaatan ilmu pengetahuan, pengembangan kebudayaan, pemerintah dll.Fungsi itu harus dilaksanakan, sebab itulah ciri penanda bahwa suatu bahasa dapat dikatakan berkedudukan sebagai bahasa negara.
 Era globalisasi merupakan tantangan bagi bangsa Indonesia untuk dapat mempertahankan diri di tengah-tengah pergaulan antarbangsa yang sangat rumit. Untuk itu, bangsa Indonesia harus mempersiapkan diri dengan baik dan harus bangga menggunakan bahasa indonesia dalam kehidupan sehari-hari.
     Kalau kita cermati, sebenarnya ada satu lagi fungsi bahasa yang selama ini kurang disadari oleh sebagian anggota masyarakat, yaitu sebagai alat untuk berpikir. Dalam proses berpikir, bahasa selalu hadir bersama logika untuk merumuskan konsep, proposisi, dan simpulan. Segala kegiatan yang menyangkut penghitungan atau kalkulasi, pembahasan atau analisis, bahkan berangan-angan atau berkhayal, hanya dimungkinkan berlangsung melalui proses berpikir disertai alatnya yang tidak lain adalah bahasa.
   Sejalan dengan uraian di atas dapat diformulasikan bahwa makin tinggi kemampuan berbahasa seseorang, makin tinggi pula kemampuan berpikirnya. Makin teratur bahasa seseorang, maka makin teratur pula cara berpikirnya. Dengan berpegangan pada formula itulah, dapat dikatakan bahwa seseorang tidak mungkin menjadi intelektual tanpa menguasai bahasa. Seorang intelektual pasti berpikir, dan pasti memerlukan bahasa indonesia untuk mempermudah dalam proses berfikirnya.

Ragam Bahasa

Bahasa  mengalami perubahan seiring dengan perubahan masyarakat. Perubahan itu berupa variasi-variasi bahasa yang dipakai sesuai keperluannya. Agar banyaknya variasi tidak mengurangi fungsi bahasa sebagai alat komunikasi yang efisien, dalam bahasa timbul mekanisme untuk memilih variasi tertentu yang cocok untuk keperluan tertentu yang disebut ragam standar (Subarianto, 2000). Ragam bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan, serta menurut medium pembicara (Bachman, 1990).
Menurut Felicia (2001 : 8), ragam bahasa dibagi berdasarkan :
1.      Media pengantarnya atau sarananya, yang terdiri atas :
a.      Ragam Lisan
Ragam lisan adalah bahasa yang diujarkan oleh pemakai bahasa. Kita dapat menemukan ragam lisan yang standar, misalnya pada saat orang berpidato atau member sambutan, dalam situasi perkuliahan, ceramah, dan ragam lisan yang tidak standar, misalnya dalam percakapan antarteman, di pasar, atau dalam kesempatan nonformal lainnya.
Ciri-ciri ragam bahasa lisan :
-          Memerlukan kehadiran orang lain
-          Unsur dramatikal tidak dinyatakan secara lengkap
-          Terikat ruang dan waktu
-          Dipengaruhi oleh tinggi rendahnya suara
Kelebihan ragam bahasa lisan :
-          Dapat disesuaikan dengan situasi
-          Faktor efisiensi
-          Faktor kejelasan karena pembicara menambahkan unsur lain berupa tekan dan gerak anggota badan agar pendengar mengerti apa yang dikatakan seperti situasi, mimic, dan gerak-gerak pembicara
-          Faktor kecepatan, pembicara segera melihat reaksi pendengar terhadap apa yang dibicarakannya
-          Lebih bebas bentuknya karena faktor situasi yang memperjelas pengertian bahasa yang dituturkan oleh penutur
-          Penggunaan bahasa lisan bisa berdasarkan pengetahuan dan penafsiran dari informasi audit, visual, dan kognitif.
Kekurangan ragam bahasa lisan :
-          Bahasa lisan berisi beberapa kalimat yang tidak lengkap, bahkan terdapat frase-frase sederhana
-          Penutur sering mengulangi beberapa kalimat
-          Tidak semua orang bisa melakukan bahasa lisan
-          Aturan-aturan bahasa yang dilakukan tidak formal.
b.      Ragam Tulis
Ragam tulis adalah bahasa yang ditulis atau yang tercetak. Ragam tulis pun dapat berupa ragam tulis yang standar maupun yang nonstandard. Ragam tulis yang standar kita temukan dalam buku-buku pelajaran, teks, majalah, surat kabar, poster, iklan. Sedangkan ragam tulis yang nonstandard dapat kita temukan dalam majalah remaja, iklan atau poster.
Ciri-ciri ragam bahasa tulis :
-       Tidak memerlukan kehadiran orang lain
-       Unsur gramatikal dinyatakan secara lengkap
-       Tidak terikat ruang dan waktu
-       Dipengaruhi oleh tanda baca atau ejaan.
Kelebihan ragam bahasa tulis :
-       Informasi yang disajikan bisa dipilih untuk dikemas sebagai media atau materi yang menarik dan menyenangkan
-       Umumnya memiliki kedekatan budaya dengan kehidupan masyarakat
-       Sebagai sarana memperkaya kosakata
-       Dapat digunakan untuk menyampaikan maksud, membeberkan informasi atau mengungkap unsur-unsur emosi sehingga mampu mencanggihkan wawasan pembaca.
Kekurangan ragam bahasa tulis :
-       Alat atau sarana yang memperjelas pengertian seperti bahasa lisan itu tidak ada akibatnya bahasa tulisan harus disusun lebih sempurna
-       Tidak mampu menyajikan berita secara lugas, jernih dan jujur, jika harus mengikuti kaidah-kaidah bahasa yang dianggap cenderung miskin daya pikat dan nilai jual
-       Yang tidak ada dalam bahasa tulisan tidak dapat diperjelas/ditolong, oleh karena itu dalam bahasa tulisan diperlukan keseksamaan yang lebih besar.

2.      Situasi dan pemakaian
Ragam bahasa baku dapat berupa :
a.      Ragam Bahasa Baku Tulis
Dalam penggunaan ragam bahasa baku tulis makna kalimat yang diungkapkannya tidak ditunjang oleh situasi pemakaian. Oleh karena itu, dalam penggunaan ragam bahasa baku tulis diperlukan kecermatan dan ketepatan di dalam pemilihan kata, penerapan kaidah ejaan, struktur bentuk kata dan kalimat, serta kelengkapan unsur-unsur bahasa di dalam struktur kalimat.
b.      Ragam Bahasa Baku Lisan
Dalam penggunaan ragam bahasa baku lisan makna kalimat yang diungkapkannya ditunjang oleh situasi pemakaian sehingga kemungkinan besar terjadi pelesapan unsur kalimat. Namun, hal itu tidak mengurangi ciri kebakuannya. Walau demikian, ketepatan dalam pilihan kata dan bentuk kata serta kelengkapan unsur-unsur di dalam struktur kalimat tidak menjadi ciri kebakuan dalam ragam baku lisan karena situasi dan kondisi pembicaraan menjadi pendukung di dalam memahami makna gagasan yang disampaikan secara lisan.

A.  Pengertian Ejaan
Ejaan adalah keseluruhan peraturan bagaimana melambangkan bunyi-bunyi ujaran, bagaimana menempatkan tanda-tanda baca, bagaimana memotong-motong suatu kata, dan bagaimana menggabungkan kata-kata.
B.  Macam-macam Ejaan
1.    Ejaan Van Ophuysen
Ejaan Van Ophuysen disebut juga Ejaan Balai pustaka. Masyarakat pengguna bahasa menerapkannya sejak tahun 1901 sampai 1947.Ejaan ini merupakan karya Ch.A. Van Ophuysen, dimuat dalam kitab Logat Melayoe (1901). Ciri khusus ejaan Van Ophuysen:
Ejaan ini digunakan untuk menuliskan kata-kata Melayu menurut model yang dimengerti oleh orang Belanda, yaitu menggunakan huruf Latin dan bunyi yang mirip dengan tuturan Belanda, antara lain:
1.    Huruf (u) ditulis (oe).
2.    Komahamzah (k) ditulis dengan tanda (’) pada akhir kata misalnya bapa’, ta’
3.    Jika pada suatu kata berakhir dengan huruf (a) mendapat akhiran (i), maka di atas akhiran itu diberi tanda trema (”)
4.    Huruf (c) yang pelafalannya keras diberi tanda (’) diatasnya
5.    Kata ulang diberi angka 2, misalnya: janda2 (janda-janda)
6.    Kata majemuk dirangkai ditulis dengan 3 cara :
o    Dirangkai menjadi satu, misalnya (hoeloebalang, apabila)
o    Dengan menggunakan tanda penghubung misalnya, (rumah-sakit)
o    Dipisahkan, misalnya (anaknegeri)
Huruf hidup yang diberi titik dua diatasnya seperti ä, ë, ï dan ö, menandai bahwa huruf tersebut dibaca sebagai satu suku kata, bukan dipotong, sama seperti ejaan Bahasa Belanda sampai saat ini.
Kebanyakan catatan tertulis Bahasa Melayu pada masa itu menggunakan huruf Arab yang dikenal sebagai tulisan Jawi.
2. Ejaan Republik/Ejaan Suwandi
Ejaan Republik dimuat dalam surat keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mr. Soewandi No.264/Bhg. A tanggal 19 maret 1947.Sebab ejaan ini disebut sebagai Ejaan Suwandi. Sistem ejaan suwandi merupakan sistem ejaan latin untuk Bahasa Indonesia.
Ciri khusus Ejaan Republik/ Suwandi :
1.    Huruf (oe) dalam ejaan Van Ophuysen berubah menada (u).
2.    Tanda trema pada huruf (a) dan (i) dihilangkan.
3.    Koma ‘ain dan koma hamzah dihilangkan. Koma hamzah ditulis dengan (k) misalnya kata’ menjadi katak.
4.    Huruf (e) keras dan (e) lemah ditulis tidak menggunakan tanda khusus, misalnya ejaan, seekor, dsb.
5.    Penulisan kata ulang dapat dilakukan dengan dua cara.
Contohnya :
a. Berlari-larian
b. Berlari2-an
6. Penulisan kata majemuk dapat dilakukan dengan tiga cara
Contohnya :
a. Tata laksana
b. Tata-laksana
c. Tatalaksana
7. Kata yang berasal dari bahasa asing yang tidak menggunakan (e) lemah (pepet) dalam Bahasa Indonesia ditulis tidak menggunakan (e) lemah, misalnya: (putra) bukan (putera), (praktek) bukan (peraktek).
3. Ejaan Malindo
Ejaan Malindo (Melayu-Indonesia) adalah suatu ejaan dari perumusan ejaan melayu dan Indonesia.Perumusan ini berangkat dari kongres Bahasa Indonesia tahun 1954 di Medan, Sumatera Utara.Ejaan Malindo ini belum sempat diterapkan dalam kegiatan sehari-hari karena saat itu terjadi konfrontasi antara Indonesia dan Malaysia.

4. Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan/EYD
Pada Pada tanggal 16 Agustus 1972 Presiden Republik Indonesia meresmikan pemakaianEjaan Bahasa Indonesia. Peresmian ejaan baru itu berdasarkan Putusan Presiden No. 57,Tahun 1972. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebarkan buku kecil yang berjudul Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, sebagai patokan pemakaian ejaan itu.

Karena penuntun itu perlu dilengkapi, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yang dibentuk oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya tanggal 12 Oktober 1972, No. 156/P/1972 (Amran Halim, Ketua), menyusun buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang berupa pemaparan kaidah ejaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya No. 0196/1975 memberlakukan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Pada tahun 1987 kedua pedoman tersebut direvisi. Edisi revisi dikuatkan dengan surat Putusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0543a/U/1987, tanggal 9 September 1987.
a.    Pemakaian Huruf
Apabila dibanding dengan Ejaan Suwandi, ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan menggunakan huruf abjad lebih banyak. Ejaan Suwandi hanya menggunakan 19 huruf sedangkan Ejaan Bahasa Indonesia yang tlah Disempurnakan menggunakan 26 huruf.Jumlah huruf dalam abjad ada 26 buah.Ini berarti ejaan kita sekarang telah memanfaatkan semua huruf yang terdapat dalam abjad.Kebijakan ini merupakan suatu langkah maju dalam pengembangan Bahasa Indonesia.
Pemakaian Bahasa Indonesia ingin berkembang dan maju dalam segala bidang seirama dengan tuntutan pembangunan. Langkah praktis yang ditempuhnya dengan menyerap unsur-unsur asing (yang mengandung konsep yang tidak terdapat dalam Bahasa Indonesia) dalam pemakaian Bahasa Indonesia.karena tidak ada konsepnya dalam Bahasa Indonesia, mereka menyerap unsur asing, misalnya, izin, folio, dan vak dalam Bahasa Indonesia. Dengan demikian, unsur bunyi z, f, v yang tadinya tidak ada dalam Bahasa Indonesia menjadi ada .hal ini tidk dapat dihindari, sebab situasi dan kondisi menuntut yang seperti itu. Kita tidak pantas lagi mengikuti aliran purisme yang mempertahankan “keaslian” bahasanya secara tidak proposional.Menyadari keadaan yang demikian itulah, ejaan kita sekarang menerima pemakaian huruf z, f, v, q, x, dan c dalam Bahasa Indonesia, walaupun pemakaiannya dalam batas-batas tertentu.

·         Huruf q dan x pemakaiannya dibatasi hanya dalam keperluan ilmu dan nama. Jadi, dalam pemakain umum, yaitu dalam kata-kata umum dan istilah, kedua huruf itu belum dapat dipakai. Dalam matematika, misalnya, dapat menandai sesuatu dengan q da x. begitu juga nama Baihaqi, Iqbal (nama orang); dan xerox, Xerxes, sinar-X (nama barang) dibenarkan. Tetapi kata-kata asing aquarium, equator, quadrat, extra, dan taxi harus dituliskan akuarium, ekuator, kuadrat, ekstra, dan taksi.Jadi q diganti k dan x digantti ks.
·         Huruf f dan v, walaupun dalam Bahasa Indonesia keduanya dibunyikan sama tetap dipakai secara berbeda. Kata-kata asing yang diucapkan (f) tak bersuara oleh pemakaian bahasa asing yang bersangkutan ditulis f dalam Bahasa Indonesia, sedangkan yang diucapkan (v) besuara oleh pemakaian bahasa asing yang bersangkutan dilambangkan dengan v. jadi, kata-kata asing factor, physiology, photocopy, vitamin, television, dan vacuum diubah menjadi faktor, fisiologi, fotokopi, vitamin, televisi, dan vakum.
·         Sedangkan huruf c dan y pemakaian kedua huruf ini sebagai realisasi kerjasama antara indonesia dan Malaysia, khususnya dalam hal pengembangan dan pembinaan kedua bahasa, yaitu Bahasa Melayu dan Bahasa Indonesia . apabila pada Ejaan suwandi penulisan bunyi (cacat) dan (sayat) ditulis tjatjat dan sajat, maka pada ejaan sekarang ditulis cacat dan sayat. Dalam Bahasa Melayu pun ditulis cacat dan sayat.
·         Bunyi (z) pada unsur asing yang masuk kedalam Bahasa Indonesia ditulis sebagai bunyi aslinya, yaitu z. oleh sebab itu, kata zakat, ziarah, zebra, zat, zodiac yang dianggap tepat, tetapi bukan jakat, jiarah, jebra, jat, dan sodiak.
Penggunaan Tanda Baca
Untuk memahami sebuah kalimat dengan sempurna kita perlu memperhatikan tanda baca yang digunakan di dalamnya. Ada beberapa tanda baca yang dipakai dalam Bahasa Indonesiayaitu :
1.    Tanda baca titik (.)
Ada beberapa kaidah dalam penggunaan tanda baca titik (.) yaitu :
a. Tanda baca titik (.) digunakan untuk mengakhiri kalimat yang bukan yang bukan berupa kalimat tanya atau kalimat seruan.
Contoh : Saya beragama islam
b.Tanda baca titik (.) digunakan dibelakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar atau daftar.
Contoh : 2. Calon jamaah haji
c. Tanda baca titik (.) digunakan untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukan jangka waktu.
Contoh : pukul 01.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik)
d. Tanda baca titik (.) digunakan diantara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya dan tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar pustaka.
Contoh : Lesatariningrum, Dwi. 1989. Teknik Menjahit. Malang: Intan.
2.    Tanda baca koma (,)
Kaidah-kaidah penggunaan tanda baca koma (,) adalah sebagai berikut:
a.    Tanda baca koma (,) digunakan di antara unsur-unsur dalam suatu perincian.
Contoh: Saya membeli kertas, pena, dan tinta.
b.    Tanda baca koma (,) digunakan untuk memisahkan kalimat setara, apabila kalimat setara berikutnya diawali kata tetapi atau melainkan.
Contoh: Semua pergi, tetapi dia tidak.
c.    Tanda baca koma (,) digunakan apabila anak kalimat mendahului induk kalimat.
Contoh: Jika hari ini tidak hujan, saya akan dating.
d.    Tanda baca koma (,) digunakan untuk memisahkan anak kalimat jika anak kalimatnya itu mendahului induk kalimatnya.
Contoh: Saya akan memaafkan, jika ia bertobat.
e.    Tanda baca koma (,) digunakan di belakang ungkapan penghubung antar kalimat yang terdapat pada awal kalimat.
Contoh: Dia malas belajar. Oleh karena itu, dia tidak naik kelas.
3. Tanda baca titik koma (;)
Kaidah penggunaannya sebagai berikut :
a.    Digunakan untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis atau setara.
Contoh: Matahari hamper terbenam; sinarnya yang kemerah-merahan; memantul di atas permukaan laut; indah sekali pemandangan ketika itu.
b.    Digunakan untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam suatu kalimat majemuk sebagai pengganti kata penghubung.
Contoh: Sore itu kami sekeluarga sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Ayah sedang membaca Koran; ibu menjahit baju; saya asyik membersihkan taman di depan rumah.
4. Tanda baca titik dua (:)
Kaidah penggunaannya sebagai berikut:
a.    Digunakan sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan perincian.
Contoh: Ketua : Ahmad Wijaya,
 Sekretaris : Imam Tantowi
 Bendahara: Siti Khotijah
b.    Digunakan di anatara jilid atau nomor dan halaman, di antara bab dan ayat di dalam kitab suci, di antara judul dan sub judul, serta nama kata dan penerbit buku acuan.
Contoh: Tempo, I (1971). 34:7
Surat Yasin:19
5. Tanda hubung (-)
Kaidah penggunaannya sebagai berikut :
a.    Digunakan untuk merangkaikan se-dengan kata berikutnya yang di dimulai dengan huruf capital, ke- dengan angka, angka dengan- an, singkatan berhuruf kapital dengan imbuhan atau kata, dan nama jabatan rangkap.
Contoh: Se-Indonesia
hadiah ke-2
b.    Digunakan untuk merangkai bahasa Indonesia dengan bahasa asing.
Contoh: di-smash, di-drill, mem-beckup, di-carge
6. Tanda Pisah (–)
Tanda pisah (–) digunakan di antara dua bilangan atau tanggal dengan arti “sampai ke“ atau “sampai dengan”. Penulisan tanda baca pisah (–)dinyatakan dengan dua buah tanda hubung tanpa spasi sebelum dan sesudahnya.
Contoh: 1920–1945
Tanggal 15—10 April 19970
7. Tanda elipsis (…)
Tanda ini digunakan untuk menunjukan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada bagian yang hilang.
Contoh: Sebab-sebab kemerosotan akhlak dikalangan mahasiswa…atau diteliti lebih lanjut.
8. Tanda kurung ((…))
Tanda ini digunakan untuk hal-hal sebagai berikut:
a.    Digunakan untuk mengapit tambahan keterangan atau penjelasan.
Contoh: Dalam buku KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) Bab II pasal 10.
b.    Digunakan untuk mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok pembicaraan.
Contoh: Aku (sebuah puisi karangan Chairul Anwar) adalah puisi angkatan 45.
9. Tanda tanya (?)
Tanda tanya (?) digunakan pada akhir kalimat tanya, yakni kalimat yang membutuhkan jawaban.
Contoh: Siapa yang membawa tas saya ?
 10. Tanda seru (!)
Tanda ini digunakan sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, atau emosi yang kuat.
Contoh: Alangkah seramnya peristiwa itu!
Ambilkan buku itu!
11. Tanda kurung siku ( [] )
Tanda ini digunakan untuk mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung.
Contoh: Persamaan kedua proses ini (perbedaannya dibicarakan dalam Bab II [lihat halaman 67-89])
12. Tanda petik (“…..”)
Tanda petik digunakan untuk mengakhiri petikan langsung .
Contoh: Kata Toto,”Saya juga berpuasa.”
“Hakikat pendidikan adalah memanusiakan manusia”(Imran,1998)
13. Tanda petik tunggal (‘…’)
Tanda ini digunakan untuk mengapit makna, terjemahan, dan penjelasan kata atau ungkapan asing.
Contoh: Mastery Learning ‘belajar tuntas’
Reformasi ‘perubahan’


14. Tanda garis miring (/)
Tanda garis miring digunakan dalam menulis nomor surat, nomor pada alamat, dan penandaan masa satu tahun yang tebagi dalam dua tahun takwim.
Contoh: 14/YPU-i/12/99
Jalan Kramat III/10 Jakarta
15. Tanda apostrof (‘)
Tanda ini berfunsi untuk penyingkat suatu kata yang digunakan untuk menunjukan penghilangan bagian suatu kata atau bagian angka tahun.
Contoh: malam ‘lah tiba (‘lah = telah)
1 Januari ’88 (’88 = 1988)
Berdasarkan uraian di atas tentang penggunaan tanda baca yang berlaku di dalam EYD dalam Bahasa Indonesia secara garis besar prinsip-prinsip umum pemakain tanda baca dapat diuraikan sebagai berikut.
1.    Tanda tanya (?), tanda titik (.), tanda titk koma (;), tanda titik dua (:), dan tanda seru (!), ditulis rapat (tanpa spasi) dengan huruf akhir dengan kata yang mendahuluinya dan diberi spasi dengan kata yang sesudahnya.
2.    Tanda petik ganda (“), tanda petik tunggal (‘), dan tanda kurung (()) masing-masing diketik rapat dengan kata, frase, atau kalimat yand diapit.
3.    Tanda hubung (-), tanda pisah (–), dan garis miring (/) masing-masing diketik rapat dengan huruf yang mendahului dan yang mengikutinya.
4.    Tanda hitungan, seperti: sama dengan (=), tambah (+), kurang (-), kali (x), bagi (:), lebih kecil (<), lebih besar (>) ditulis dengan jarak satu spasi dengan huruf yang mendahului dan mengikutinya.
Pilihan Kata/Diksi
Diksi pada dasarnya adalah hasil upaya memilih kata tertentu untukn dipakai dalam suatu tutur bahasa. Pemilihan kata dilalukan apabila tersedia sejumlah kata yang artinya sama atau bermiripan. Sebagai contoh, kata mati bersinonim dengan mampus , meninggal, wafat, mangkat, tewas, gugur, berpulang, kembali keharibaan tuhan dan lain sebagainya. Tetapi  kata-kata tersebut tidak dapat bebas digunakan karena memiliki rasa nuansa makna yang membedakannya.
Dari uraian diatas dapat kita simpulkan pertama kemahiran memilih kata hanya di mungkinkan bila seseorang menguasai kemahiran kosa kata yang cukup luas, kedua diksi atau pilihan kata mengandung pengertian upaya atau kemampuan membedakan secara tepat kata kata yang memiliki makna serumpun, dan yang ketiga diksi atau pilihan kata menyangkut kemampuan untu memilih kata kata yang tepat dan cocok untuk situasi tertentu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar