Tentang Bahasa Indonesia
Bahasa indonesia merupakan sebagai lambang atau identitas
nasional, sebagai bahasa persatuan kita dan memiliki nilai-nilai sosial budaya
luhur yang harus dipertahankan dan direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari
tanpa ada rasa rendah diri,malu dan acuh tak acuh. Indonesia memiliki
banyak budaya dan bahasa yang berbeda-beda hampir di setiap daerah. Pastinya,
tidak akan mungkin kita bisa saling memahami ketika berkomunikasi antar sesama.
Oleh karena itulah betapa pentingnya kedudukan bahasa indonesia sebagai bahasa
pemersatu bangsa dan sebagai alat penghubungan antarbudaya dan daerah. Secara
umum juga fungsi bahasa sebagai alat kumunikasi lisa maupun tulisan.
Berikut merupakan pendapat-pendapat bahasa sebagai alat komunikasi :
·
Santoso, dkk. (2004) berpendapat bahwa bahasa sebagai
alat komunikasi memiliki fungsi sebagai berikut:
a) Fungsi informasi
b) Fungsi ekspresi diri
c) Fungsi adaptasi dan integrasi
d) Fungsi kontrol sosial
·
Menurut
Hallyday (1992) Fungsi bahasa sebagai alat komunikasi untuk keperluan:
a) Fungsi instrumental, bahasa digunakan untuk memperoleh sesuatu.
b) Fungsi regulatoris, bahasa digunakann untuk mengendalikan prilaku orang lain.
c) Fungsi intraksional, bahasa digunakan untuk berinteraksi dengan orang lain.
d) Fungsi personal, bahasa dapat digunakan untuk berinteraksi dengan orang lain.
e) Fungsi heuristik, bahasa dapat digunakan untuk belajar dan menemukan sesuatu.
f) Fungsi imajinatif, bahasa dapat difungsikan untuk menciptakan dunia
imajinasi.
g) Fungsi representasional, bahasa difungsikan untuk menyampaikan informasi.
Bahasa
Indonesia sebagai bahasa nasional mempunyai fungsi khusus, yaitu:
a) Bahasa resmi kenegaraan
b) Bahasa pengantar dalam dunia pendidikan
c) Bahasa resmi untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan
nasional serta kepentingan pemerintah
d) Alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi
• Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara mempunyai fungsi:
a) Bahasa resmi kenegaraan
b) Bahasa pengantar dalam dunia pendidikan
c) Bahasa resmi untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan
nasional serta kepentingan pemerintah
d) Alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi
• Bahasa Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat, sehingga perlu
dibakukan atau distandarkan.
a) Ejaan Van Ophuijen (1901)
b) Ejaan Soewandi (1947)
c) Ejaan yang Disempurnakan (EYD, tahun 1972)
d) Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan dan Pedoman Istilah
(1975)
e) Kamus besar Bahasa Indonesia, dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (1988)
• Bahasa Indonesia memiliki fungsi-fungsi yang dimiliki oleh bahasa baku,
yaitu:
a) Fungsi pemersatu, bahasa Indonesia memersatukan suku bangsa yang berlatar
budaya dan bahasa yang berbeda-beda
b) Fungsi pemberi kekhasan, bahasa baku memperbedakan bahasa itu dengan bahasa
yang lain
c) Fungsi penambah kewibawaan, bagi orang yang mahir berbahasa indonesia dengan
baik dan benar
d) Fungsi sebagai kerangka acuan, bahasa baku merupakan norma dan kaidah yang
menjadi tolok ukur yang disepakati bersama untuk menilai ketepatan penggunaan
bahasa atau ragam bahasa
Peranan dan fungsi bahasa indonesia
Dalam kehidupan sehari-hari
“kami poetera dan poeteri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean,
Bahasa Indonesia”. itulah
penggalan dari isi Sumpah Pemuda yang dicetuskan pada 28 Oktober 1928. Lahirnya
Sumpah pemuda merupakan sebuah awal menjadikannya bahasa Indonesia sebagai
bahasa Negara.
Dalam era globalisasi, kita sebagai warga negara indonesia sudah
sepantasnya bangga dan menjunjung tinggi bahasa persatuan kita, yaitu bahasa
indonesia. jati diri bahasa Indonesia perlu dibina dan dimasyarakatkan. Hal ini
diperlukan, agar bangsa indonesia tidak terbawa arus oleh pengaruh budaya asing
yang masuk ke indonesia.
bahasa
indonesia memiliki fungsi sbb :
- Sebagai Bahasa Nasional
Sebagai lambang
kebanggaan dan identitas nasional, Bahasa persatuan kita, memiliki nilai-nilai
sosial budaya luhur bangsa yang harus dipertahankan dan direalisasikan dalam
kehidupan sehari-hari tanpa ada rasa renda diri, malu, dan acuh tak
acuh. Indonesia memiliki banyak budaya dan bahasa yang berbeda-beda hampir
di setiap daerah. Pastinya, tidak akan mungkin kita bisa saling memahami ketika
berkomunikasi antar sesama. Oleh karena itulah betapa pentingnya kedudukan
bahasa indonesia sebagai bahasa pemersatu bangsa dan sebagai alat penghubungan
antarbudaya dan daerah.
- Bahasa Negara
Dalam “Hasil
Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional” yang diselenggarakandi Jakarta pada
tanggal 25 s.d. 28 Februari 1975 dikemukakan bahwa di dalam kedudukannya
sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia memiliki fungsi sebagai : bahasa dalam
perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentinganperencanaan dan pelaksanaan
pembangunan serta menjadi bahasa resmi kenegaraan, pengantar di lembaga-lembaga
pendidikan/ pemanfaatan ilmu pengetahuan, pengembangan kebudayaan, pemerintah
dll.Fungsi itu harus dilaksanakan, sebab itulah ciri penanda bahwa suatu bahasa
dapat dikatakan berkedudukan sebagai bahasa negara.
Era
globalisasi merupakan tantangan bagi bangsa Indonesia untuk dapat
mempertahankan diri di tengah-tengah pergaulan antarbangsa yang sangat rumit.
Untuk itu, bangsa Indonesia harus mempersiapkan diri dengan baik dan harus
bangga menggunakan bahasa indonesia dalam kehidupan sehari-hari.
Kalau kita cermati, sebenarnya ada satu lagi fungsi bahasa yang
selama ini kurang disadari oleh sebagian anggota masyarakat, yaitu sebagai alat
untuk berpikir. Dalam proses berpikir, bahasa selalu hadir bersama logika untuk
merumuskan konsep, proposisi, dan simpulan. Segala kegiatan yang menyangkut
penghitungan atau kalkulasi, pembahasan atau analisis, bahkan berangan-angan
atau berkhayal, hanya dimungkinkan berlangsung melalui proses berpikir disertai
alatnya yang tidak lain adalah bahasa.
Sejalan dengan uraian di atas dapat diformulasikan bahwa makin tinggi
kemampuan berbahasa seseorang, makin tinggi pula kemampuan berpikirnya. Makin
teratur bahasa seseorang, maka makin teratur pula cara berpikirnya. Dengan
berpegangan pada formula itulah, dapat dikatakan bahwa seseorang tidak mungkin
menjadi intelektual tanpa menguasai bahasa. Seorang intelektual pasti berpikir,
dan pasti memerlukan bahasa indonesia untuk mempermudah dalam proses
berfikirnya.
Ragam Bahasa
Bahasa mengalami
perubahan seiring dengan perubahan masyarakat. Perubahan itu berupa
variasi-variasi bahasa yang dipakai sesuai keperluannya. Agar banyaknya variasi
tidak mengurangi fungsi bahasa sebagai alat komunikasi yang efisien, dalam
bahasa timbul mekanisme untuk memilih variasi tertentu yang cocok untuk
keperluan tertentu yang disebut ragam standar (Subarianto, 2000). Ragam bahasa
adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik yang
dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan,
serta menurut medium pembicara (Bachman, 1990).
Menurut Felicia (2001 : 8), ragam bahasa dibagi
berdasarkan :
1. Media pengantarnya atau
sarananya, yang terdiri atas :
a. Ragam Lisan
Ragam lisan adalah bahasa
yang diujarkan oleh pemakai bahasa. Kita dapat menemukan ragam lisan yang
standar, misalnya pada saat orang berpidato atau member sambutan, dalam situasi
perkuliahan, ceramah, dan ragam lisan yang tidak standar, misalnya dalam
percakapan antarteman, di pasar, atau dalam kesempatan nonformal lainnya.
Ciri-ciri ragam bahasa lisan :
-
Memerlukan kehadiran orang lain
-
Unsur dramatikal tidak dinyatakan secara lengkap
-
Terikat ruang dan waktu
-
Dipengaruhi oleh tinggi rendahnya suara
Kelebihan ragam bahasa lisan :
-
Dapat disesuaikan dengan situasi
-
Faktor efisiensi
-
Faktor kejelasan karena pembicara menambahkan unsur lain berupa tekan dan gerak
anggota badan agar pendengar mengerti apa yang dikatakan seperti situasi, mimic,
dan gerak-gerak pembicara
-
Faktor kecepatan, pembicara segera melihat reaksi pendengar terhadap apa yang
dibicarakannya
-
Lebih bebas bentuknya karena faktor situasi yang memperjelas pengertian bahasa
yang dituturkan oleh penutur
-
Penggunaan bahasa lisan bisa berdasarkan pengetahuan dan penafsiran dari
informasi audit, visual, dan kognitif.
Kekurangan ragam bahasa lisan :
-
Bahasa lisan berisi beberapa kalimat yang tidak lengkap, bahkan terdapat
frase-frase sederhana
-
Penutur sering mengulangi beberapa kalimat
-
Tidak semua orang bisa melakukan bahasa lisan
-
Aturan-aturan bahasa yang dilakukan tidak formal.
b. Ragam Tulis
Ragam tulis adalah bahasa
yang ditulis atau yang tercetak. Ragam tulis pun dapat berupa ragam tulis yang
standar maupun yang nonstandard. Ragam tulis yang standar kita temukan dalam
buku-buku pelajaran, teks, majalah, surat kabar, poster, iklan. Sedangkan ragam
tulis yang nonstandard dapat kita temukan dalam majalah remaja, iklan atau
poster.
Ciri-ciri ragam bahasa tulis :
- Tidak
memerlukan kehadiran orang lain
- Unsur
gramatikal dinyatakan secara lengkap
- Tidak
terikat ruang dan waktu
- Dipengaruhi
oleh tanda baca atau ejaan.
Kelebihan ragam bahasa tulis :
- Informasi
yang disajikan bisa dipilih untuk dikemas sebagai media atau materi yang
menarik dan menyenangkan
- Umumnya
memiliki kedekatan budaya dengan kehidupan masyarakat
- Sebagai
sarana memperkaya kosakata
- Dapat
digunakan untuk menyampaikan maksud, membeberkan informasi atau mengungkap
unsur-unsur emosi sehingga mampu mencanggihkan wawasan pembaca.
Kekurangan ragam bahasa tulis :
- Alat
atau sarana yang memperjelas pengertian seperti bahasa lisan itu tidak ada
akibatnya bahasa tulisan harus disusun lebih sempurna
- Tidak
mampu menyajikan berita secara lugas, jernih dan jujur, jika harus mengikuti
kaidah-kaidah bahasa yang dianggap cenderung miskin daya pikat dan nilai jual
- Yang
tidak ada dalam bahasa tulisan tidak dapat diperjelas/ditolong, oleh karena itu
dalam bahasa tulisan diperlukan keseksamaan yang lebih besar.
2. Situasi dan pemakaian
Ragam bahasa baku dapat berupa :
a. Ragam Bahasa Baku Tulis
Dalam penggunaan ragam
bahasa baku tulis makna kalimat yang diungkapkannya tidak ditunjang oleh
situasi pemakaian. Oleh karena itu, dalam penggunaan ragam bahasa baku tulis
diperlukan kecermatan dan ketepatan di dalam pemilihan kata, penerapan kaidah
ejaan, struktur bentuk kata dan kalimat, serta kelengkapan unsur-unsur bahasa
di dalam struktur kalimat.
b. Ragam Bahasa Baku Lisan
Dalam penggunaan ragam
bahasa baku lisan makna kalimat yang diungkapkannya ditunjang oleh situasi
pemakaian sehingga kemungkinan besar terjadi pelesapan unsur kalimat. Namun,
hal itu tidak mengurangi ciri kebakuannya. Walau demikian, ketepatan dalam
pilihan kata dan bentuk kata serta kelengkapan unsur-unsur di dalam struktur
kalimat tidak menjadi ciri kebakuan dalam ragam baku lisan karena situasi dan
kondisi pembicaraan menjadi pendukung di dalam memahami makna gagasan yang
disampaikan secara lisan.
A. Pengertian Ejaan
Ejaan
adalah keseluruhan peraturan bagaimana melambangkan bunyi-bunyi ujaran,
bagaimana menempatkan tanda-tanda baca, bagaimana memotong-motong suatu kata,
dan bagaimana menggabungkan kata-kata.
B. Macam-macam
Ejaan
1. Ejaan Van
Ophuysen
Ejaan Van Ophuysen disebut juga Ejaan Balai pustaka. Masyarakat
pengguna bahasa menerapkannya sejak tahun 1901 sampai 1947.Ejaan ini merupakan
karya Ch.A. Van Ophuysen, dimuat dalam kitab Logat Melayoe (1901). Ciri
khusus ejaan Van Ophuysen:
Ejaan ini digunakan
untuk menuliskan kata-kata Melayu menurut model yang dimengerti oleh orang
Belanda, yaitu menggunakan huruf Latin dan bunyi yang mirip dengan tuturan Belanda, antara lain:
1. Huruf (u) ditulis (oe).
2. Komahamzah (k) ditulis
dengan tanda (’) pada akhir kata misalnya bapa’, ta’
3. Jika pada suatu kata
berakhir dengan huruf (a) mendapat akhiran (i), maka di atas akhiran itu diberi
tanda trema (”)
4. Huruf (c) yang
pelafalannya keras diberi tanda (’) diatasnya
5. Kata ulang diberi angka 2,
misalnya: janda2 (janda-janda)
6. Kata majemuk dirangkai
ditulis dengan 3 cara :
o
Dirangkai menjadi satu, misalnya (hoeloebalang, apabila)
o
Dengan menggunakan tanda penghubung misalnya, (rumah-sakit)
o
Dipisahkan, misalnya (anaknegeri)
Huruf hidup yang
diberi titik dua diatasnya seperti ä, ë, ï dan ö,
menandai bahwa huruf tersebut dibaca sebagai satu suku kata, bukan dipotong,
sama seperti ejaan Bahasa Belanda sampai saat ini.
Kebanyakan
catatan tertulis Bahasa Melayu pada masa itu menggunakan huruf Arab yang
dikenal sebagai tulisan Jawi.
2. Ejaan Republik/Ejaan Suwandi
Ejaan Republik
dimuat dalam surat keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mr. Soewandi No.264/Bhg. A tanggal 19 maret 1947.Sebab ejaan
ini disebut sebagai Ejaan Suwandi. Sistem ejaan suwandi merupakan sistem ejaan
latin untuk Bahasa Indonesia.
Ciri khusus Ejaan
Republik/ Suwandi :
1. Huruf (oe) dalam ejaan Van
Ophuysen berubah menada (u).
2. Tanda trema pada huruf (a)
dan (i) dihilangkan.
3. Koma ‘ain dan koma hamzah
dihilangkan. Koma hamzah ditulis dengan (k) misalnya kata’ menjadi katak.
4. Huruf (e) keras dan (e)
lemah ditulis tidak menggunakan tanda khusus, misalnya ejaan, seekor, dsb.
5. Penulisan kata ulang dapat
dilakukan dengan dua cara.
Contohnya :
a. Berlari-larian
b. Berlari2-an
6. Penulisan kata
majemuk dapat dilakukan dengan tiga cara
Contohnya :
a. Tata laksana
b. Tata-laksana
c. Tatalaksana
7. Kata yang
berasal dari bahasa asing yang tidak menggunakan (e) lemah (pepet) dalam Bahasa
Indonesia ditulis tidak menggunakan (e) lemah, misalnya: (putra) bukan
(putera), (praktek) bukan (peraktek).
3. Ejaan Malindo
Ejaan Malindo (Melayu-Indonesia) adalah suatu ejaan dari perumusan
ejaan melayu dan Indonesia.Perumusan ini berangkat dari kongres Bahasa
Indonesia tahun 1954 di Medan, Sumatera Utara.Ejaan
Malindo ini belum sempat diterapkan dalam kegiatan sehari-hari karena saat itu
terjadi konfrontasi antara Indonesia dan Malaysia.
4. Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan/EYD
Pada
Pada tanggal 16 Agustus 1972 Presiden Republik Indonesia meresmikan
pemakaianEjaan Bahasa Indonesia. Peresmian ejaan baru itu berdasarkan Putusan
Presiden No. 57,Tahun 1972. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebarkan
buku kecil yang berjudul Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan,
sebagai patokan pemakaian ejaan itu.
Karena
penuntun itu perlu dilengkapi, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yang dibentuk oleh Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan dengan surat putusannya tanggal 12 Oktober 1972, No. 156/P/1972
(Amran Halim, Ketua), menyusun buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan yang berupa pemaparan kaidah ejaan yang lebih luas. Setelah itu,
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya No. 0196/1975
memberlakukan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan
Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Pada tahun 1987 kedua pedoman tersebut
direvisi. Edisi revisi dikuatkan dengan surat Putusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan No. 0543a/U/1987, tanggal 9 September 1987.
a. Pemakaian Huruf
Apabila
dibanding dengan Ejaan Suwandi, ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
menggunakan huruf abjad lebih banyak. Ejaan Suwandi hanya menggunakan 19 huruf
sedangkan Ejaan Bahasa Indonesia yang tlah Disempurnakan menggunakan 26
huruf.Jumlah huruf dalam abjad ada 26 buah.Ini
berarti ejaan kita sekarang telah memanfaatkan semua huruf yang terdapat dalam
abjad.Kebijakan ini merupakan suatu langkah maju dalam pengembangan Bahasa
Indonesia.
Pemakaian
Bahasa Indonesia ingin berkembang dan maju dalam segala bidang seirama dengan
tuntutan pembangunan. Langkah praktis yang ditempuhnya dengan menyerap
unsur-unsur asing (yang mengandung konsep yang tidak terdapat dalam Bahasa
Indonesia) dalam pemakaian Bahasa Indonesia.karena tidak ada konsepnya dalam
Bahasa Indonesia, mereka menyerap unsur asing, misalnya, izin, folio, dan vak
dalam Bahasa Indonesia. Dengan demikian, unsur bunyi z, f, v yang tadinya tidak
ada dalam Bahasa Indonesia menjadi ada .hal ini tidk dapat dihindari, sebab
situasi dan kondisi menuntut yang seperti itu. Kita tidak pantas lagi mengikuti
aliran purisme yang mempertahankan “keaslian” bahasanya secara tidak
proposional.Menyadari keadaan yang demikian itulah, ejaan kita sekarang
menerima pemakaian huruf z, f, v, q, x, dan c dalam Bahasa Indonesia, walaupun
pemakaiannya dalam batas-batas tertentu.
·
Huruf
q dan x pemakaiannya dibatasi hanya dalam keperluan ilmu dan nama. Jadi, dalam
pemakain umum, yaitu dalam kata-kata umum dan istilah, kedua huruf itu belum
dapat dipakai. Dalam matematika, misalnya, dapat menandai sesuatu dengan q da
x. begitu juga nama Baihaqi, Iqbal (nama orang); dan xerox, Xerxes, sinar-X
(nama barang) dibenarkan. Tetapi kata-kata asing aquarium, equator, quadrat,
extra, dan taxi harus dituliskan akuarium, ekuator, kuadrat, ekstra, dan taksi.Jadi q diganti k dan x digantti ks.
·
Huruf
f dan v, walaupun dalam Bahasa Indonesia keduanya dibunyikan sama tetap dipakai
secara berbeda. Kata-kata asing yang diucapkan (f) tak bersuara oleh pemakaian
bahasa asing yang bersangkutan ditulis f dalam Bahasa Indonesia, sedangkan yang
diucapkan (v) besuara oleh pemakaian bahasa asing yang bersangkutan
dilambangkan dengan v. jadi, kata-kata asing factor, physiology, photocopy, vitamin,
television, dan vacuum diubah menjadi faktor, fisiologi, fotokopi, vitamin,
televisi, dan vakum.
·
Sedangkan
huruf c dan y pemakaian kedua huruf ini sebagai realisasi kerjasama antara
indonesia dan Malaysia, khususnya dalam hal pengembangan dan pembinaan kedua
bahasa, yaitu Bahasa Melayu dan Bahasa Indonesia . apabila pada Ejaan suwandi
penulisan bunyi (cacat) dan (sayat) ditulis tjatjat dan sajat, maka pada ejaan
sekarang ditulis cacat dan sayat. Dalam Bahasa Melayu pun ditulis cacat dan
sayat.
·
Bunyi
(z) pada unsur asing yang masuk kedalam Bahasa Indonesia ditulis sebagai bunyi
aslinya, yaitu z. oleh sebab itu, kata zakat, ziarah, zebra, zat, zodiac yang
dianggap tepat, tetapi bukan jakat, jiarah, jebra, jat, dan sodiak.
Penggunaan
Tanda Baca
Untuk
memahami sebuah kalimat dengan sempurna kita perlu memperhatikan tanda baca
yang digunakan di dalamnya. Ada beberapa tanda baca yang dipakai dalam Bahasa
Indonesiayaitu :
1. Tanda baca titik (.)
Ada beberapa kaidah dalam
penggunaan tanda baca titik (.) yaitu :
a. Tanda baca titik (.)
digunakan untuk mengakhiri kalimat yang bukan yang bukan berupa kalimat tanya
atau kalimat seruan.
Contoh : Saya beragama islam
b.Tanda baca titik (.)
digunakan dibelakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar atau daftar.
Contoh : 2. Calon jamaah haji
c. Tanda baca titik (.)
digunakan untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukan jangka
waktu.
Contoh : pukul 01.35.20
(pukul 1 lewat 35 menit 20 detik)
d. Tanda baca titik (.)
digunakan diantara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda
tanya dan tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar pustaka.
Contoh : Lesatariningrum,
Dwi. 1989. Teknik Menjahit. Malang: Intan.
2. Tanda baca koma (,)
Kaidah-kaidah penggunaan
tanda baca koma (,) adalah sebagai berikut:
a. Tanda baca koma (,) digunakan di
antara unsur-unsur dalam suatu perincian.
Contoh:
Saya membeli kertas, pena, dan tinta.
b. Tanda baca koma (,) digunakan untuk
memisahkan kalimat setara, apabila kalimat setara berikutnya diawali kata
tetapi atau melainkan.
Contoh:
Semua pergi, tetapi dia tidak.
c. Tanda baca koma (,) digunakan apabila
anak kalimat mendahului induk kalimat.
Contoh:
Jika hari ini tidak hujan, saya akan dating.
d. Tanda baca koma (,) digunakan untuk
memisahkan anak kalimat jika anak kalimatnya itu mendahului induk kalimatnya.
Contoh:
Saya akan memaafkan, jika ia bertobat.
e. Tanda baca koma (,) digunakan di
belakang ungkapan penghubung antar kalimat yang terdapat pada awal kalimat.
Contoh:
Dia malas belajar. Oleh karena itu, dia tidak naik kelas.
3. Tanda baca titik koma (;)
Kaidah penggunaannya sebagai
berikut :
a. Digunakan untuk memisahkan
bagian-bagian kalimat yang sejenis atau setara.
Contoh:
Matahari hamper terbenam; sinarnya yang kemerah-merahan; memantul di atas
permukaan laut; indah sekali pemandangan ketika itu.
b. Digunakan untuk memisahkan kalimat
yang setara di dalam suatu kalimat majemuk sebagai pengganti kata penghubung.
Contoh:
Sore itu kami sekeluarga sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Ayah sedang
membaca Koran; ibu menjahit baju; saya asyik membersihkan taman di depan rumah.
4. Tanda baca titik dua (:)
Kaidah penggunaannya sebagai
berikut:
a. Digunakan sesudah kata atau ungkapan
yang memerlukan perincian.
Contoh:
Ketua : Ahmad Wijaya,
Sekretaris : Imam Tantowi
Bendahara: Siti Khotijah
b. Digunakan di anatara jilid atau nomor
dan halaman, di antara bab dan ayat di dalam kitab suci, di antara judul dan
sub judul, serta nama kata dan penerbit buku acuan.
Contoh: Tempo, I (1971). 34:7
Surat Yasin:19
5. Tanda hubung (-)
Kaidah penggunaannya sebagai
berikut :
a. Digunakan untuk merangkaikan se-dengan
kata berikutnya yang di dimulai dengan huruf capital, ke- dengan angka, angka
dengan- an, singkatan berhuruf kapital dengan imbuhan atau kata, dan nama
jabatan rangkap.
Contoh: Se-Indonesia
hadiah ke-2
b. Digunakan untuk merangkai bahasa
Indonesia dengan bahasa asing.
Contoh: di-smash, di-drill,
mem-beckup, di-carge
6. Tanda Pisah (–)
Tanda pisah (–) digunakan di
antara dua bilangan atau tanggal dengan arti “sampai ke“ atau “sampai dengan”.
Penulisan tanda baca pisah (–)dinyatakan dengan dua buah tanda hubung tanpa
spasi sebelum dan sesudahnya.
Contoh: 1920–1945
Tanggal 15—10 April 19970
7. Tanda elipsis (…)
Tanda ini digunakan untuk
menunjukan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada bagian yang hilang.
Contoh: Sebab-sebab
kemerosotan akhlak dikalangan mahasiswa…atau diteliti lebih lanjut.
8. Tanda kurung ((…))
Tanda ini digunakan untuk
hal-hal sebagai berikut:
a. Digunakan untuk mengapit tambahan
keterangan atau penjelasan.
Contoh: Dalam buku KUHP
(Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) Bab II pasal 10.
b. Digunakan untuk mengapit keterangan
atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok pembicaraan.
Contoh: Aku (sebuah puisi
karangan Chairul Anwar) adalah puisi angkatan 45.
9. Tanda tanya (?)
Tanda tanya (?) digunakan
pada akhir kalimat tanya, yakni kalimat yang membutuhkan jawaban.
Contoh: Siapa yang membawa
tas saya ?
10. Tanda seru (!)
Tanda ini digunakan sesudah
ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan
kesungguhan, ketidakpercayaan, atau emosi yang kuat.
Contoh: Alangkah seramnya
peristiwa itu!
Ambilkan buku itu!
11. Tanda kurung siku ( [] )
Tanda ini digunakan untuk
mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung.
Contoh: Persamaan kedua
proses ini (perbedaannya dibicarakan dalam Bab II [lihat halaman 67-89])
12. Tanda petik (“…..”)
Tanda petik digunakan untuk
mengakhiri petikan langsung .
Contoh: Kata Toto,”Saya juga
berpuasa.”
“Hakikat pendidikan adalah
memanusiakan manusia”(Imran,1998)
13. Tanda petik tunggal (‘…’)
Tanda ini digunakan untuk
mengapit makna, terjemahan, dan penjelasan kata atau ungkapan asing.
Contoh: Mastery Learning
‘belajar tuntas’
Reformasi ‘perubahan’
14. Tanda garis miring (/)
Tanda garis miring digunakan
dalam menulis nomor surat, nomor pada alamat, dan penandaan masa satu tahun
yang tebagi dalam dua tahun takwim.
Contoh: 14/YPU-i/12/99
Jalan Kramat III/10 Jakarta
15. Tanda apostrof (‘)
Tanda ini berfunsi untuk
penyingkat suatu kata yang digunakan untuk menunjukan penghilangan bagian suatu
kata atau bagian angka tahun.
Contoh: malam ‘lah tiba (‘lah
= telah)
1 Januari ’88 (’88 = 1988)
Berdasarkan
uraian di atas tentang penggunaan tanda baca yang berlaku di dalam EYD dalam
Bahasa Indonesia secara garis besar prinsip-prinsip umum pemakain tanda baca
dapat diuraikan sebagai berikut.
1.
Tanda
tanya (?), tanda titik (.), tanda titk koma (;), tanda titik dua (:), dan tanda
seru (!), ditulis rapat (tanpa spasi) dengan huruf akhir dengan kata yang
mendahuluinya dan diberi spasi dengan kata yang sesudahnya.
2.
Tanda
petik ganda (“), tanda petik tunggal (‘), dan tanda kurung (()) masing-masing
diketik rapat dengan kata, frase, atau kalimat yand diapit.
3.
Tanda
hubung (-), tanda pisah (–), dan garis miring (/) masing-masing diketik rapat
dengan huruf yang mendahului dan yang mengikutinya.
4.
Tanda
hitungan, seperti: sama dengan (=), tambah (+), kurang (-), kali (x), bagi (:),
lebih kecil (<), lebih besar (>) ditulis dengan jarak satu spasi dengan
huruf yang mendahului dan mengikutinya.
Pilihan
Kata/Diksi
Diksi pada
dasarnya adalah hasil upaya memilih kata tertentu untukn dipakai dalam suatu
tutur bahasa. Pemilihan kata dilalukan apabila tersedia sejumlah kata yang
artinya sama atau bermiripan. Sebagai contoh, kata mati bersinonim dengan
mampus , meninggal, wafat, mangkat, tewas, gugur, berpulang, kembali keharibaan
tuhan dan lain sebagainya. Tetapi kata-kata tersebut tidak dapat bebas
digunakan karena memiliki rasa nuansa makna yang membedakannya.
Dari uraian
diatas dapat kita simpulkan pertama kemahiran memilih kata hanya di mungkinkan
bila seseorang menguasai kemahiran kosa kata yang cukup luas, kedua diksi atau
pilihan kata mengandung pengertian upaya atau kemampuan membedakan secara tepat
kata kata yang memiliki makna serumpun, dan yang ketiga diksi atau pilihan kata
menyangkut kemampuan untu memilih kata kata yang tepat dan cocok untuk situasi
tertentu